Archive for June 2010

/

Pelebon Puri Mengwi, Jalur Denpasar-Singaraja Dialihkan

Oleh: Maria Ekaristi & Agung Bawantara

Setelah disemayamkan hampir sebulan penuh, jenazah almarhumah Cokorda Istri Winten (95), akan diperabukan dalam upacara Pelebon pada Jumat, 2 Juli 2010. Upacara akan dilakukan di Setra Gede (kuburan), Desa Adat Mengwi. Upacara pelebon tersebut melibatkan warga 40 desa adat di wilayah Kecamatan Mengwi. Cokorda Istri adalah istri dari Raja Mengwi yang merupakan ibunda dari Anak Agung Gede Agung yang kini menjabat sebagai Bupati Badung. Cokorda Istri sendiri merupakan salah satu putri dari Raja Karangasem, Anak Agung Agung Nglurah Ktut Karangasem.

Jenazah Cokorda Istri saat ini disemayamkan di Bale Semanggen, salah satu bangunan di Puri Ageng Mengwi. Pada Jumat (11/6/2010) lalu, jenazah sudah dimandikan dalam upacara (nyiramang) yang dipimpin beberapa Pedanda (pendeta Hindu) dan diikuti oleh seluruh keluarga dan handai taulan Puri Ageng Mengwi dengan mengenakan busana serba putih.

Karena melibatkan ribuan pengiring dan akan dihadiri oleh sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan sejumlah raja Nusantara, dipastikan jalur utama Denpasar- Singaraja akan macet berat pada hari Pelebon. Kerena itu, sejak pukul 11.00 hingga 13.00 arus lalu-lintas di jalur tersebut akan dialihkan. Kendaraan dari Denpasar menuju Singaraja, diarahkan melalui simpang Banjar Tengah Gulingan ke simpang Banjar Angkep Canging, lalu ke Baha dan lanjut ke jalur utama menuju Singaraja. Sebaliknya, kendaraan dari Singaraja menuju Denpasar, diarahkan melalui jalan Banjar Sayan - Baha – Jalan Angsoka - Penarungan - Lukluk - Denpasar.

Dari tempat persemayaman terakhirnya menuju tempat pembakaran (Pelebon) jenazah Cokorda Istri akan diusung dengan bade (menara usungan jenazah) bersusun sembilan. Sedangkan untuk memperabukannya, jenazah akan ditempatkan di sebuah tempat khusus berbentuk lembu putih.

Sebagai tambahan informasi, Pelebon adalah nama lain dari Ngaben. Kata Pelebon biasa digunakan untuk kaum bangsawan, sedangkan ngaben untuk kaum kebanyakan. Pelebon berasal dari kata “pelubuan” yang berarti menjadikan abu. Ngaben berasal dari kata “ngabuin” atau “ngabuang” yang juga berarti menjadikan abu.

Hide

/

Ketut Rina dan Gita Gutawa di Gempita Gianyar 3

Oleh: Agung Bawantara

Ini adalah acara yang sangat menarik untuk disaksikan. Sebuah acara tahunan yang menyajikan pagelaran kolaborasi seni klasik dan modern. Acara tersebut adalah "Gempita Gianyar 2010" yang akan diselenggarakan pada tanggal 2-3 Juli 2010 di Lapangan Astina, Ubud, Gianyar. Seniman kenamaan yang terlibat dalam gelaran tersebut antara lain: I Ketut Rina, Dewa Bujana, Gita Gutawa, Ayu Laksmi, Oka Dalem, dan Jay Subyakto.

Tahun ini, acara yang pada dua penyelenggaraan sebelumnya berlangsung sangat marak itu, menyajikan Pagelaran Tri Hita Karana, Ubud Street Bash, Peliatan Royal Heritage Dinner, dan Youth Art Camp.

Pagelaran Tri Hita Karana merupakan pagelaran utama Gempita Gianyar yang akan menampilkan pertunjukan kolaborasi tari dan musik Bali di atas panggung terbuka. Sebagaimana tajuknya, Tri Hita Karana, pagelaran ini menampilkan pemaknaan harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alamnya. Pagelaran yang akan membuka Gempita Gianyar ini menghadirkan musisi kenamaan Dewa Budjana yang akan berkolaborasi dengan penyanyi Gita Gutawa, Ayu Laksmi, maestro tari Bali Ketut Rina, Oka Dalem dan 150 seniman lainnya. Tata panggung dan cahaya pementasan kolosal ini akan digarap oleh Jay Subyakto. Pagelaran Tri Hita Karana akan diselenggarakan pada Jumat, 2 Juli 2010 pukul 21:00 WITA.

Hari berikutnya, acara dilanjutkan dengan Parade Ubud Street Bash yaitu karnaval budaya dan fashion jalanan. Diperkirakan lebih dari 1000 orang akan berpartisipasi dalam parade ini. Ada Ogoh-Ogoh dari tujuh kecamatan di Gianyar, fashion show rancangan 25 designer yang masing-masing menampilkan rancangan berbahan tenun Bali dengan resort wear. Para perancang busana yang akan berpartisipasi antara lain: Chossy Latu, Denny Wirawan, Oka Diputra, Putu Aliki, Sofie, Tude Togog, Tjok Abi, Taruna K Kusmayadi, Deden Siswanto, Ivan Gunawan, Era Soekamto, Barli Asmara, Syahreza Muslim, Ali Charisma, Ari Seputra, Ade Sagi, Danny Satriadi, Oscar Lawalata, Angelica Wu, Dina Midiani, Dwi Iskandar, Enny Ming, Lenny Agustin, Malik Moestam, Monika Weber, Yenli Wijaya, dan Thomas Sigar. Parade yang akan diselenggarakan pada pukul 16:00 WITA ini akan dimulai dari Puri Ubud dan berakhir di lapangan Astina Ubud.

Sebagai acara penutupan, akan digelar Peliatan Royal Heritage Dinner. Ini adalah sebuah program khusus bagi tamu-tamu penting dan pendukung Gempita Gianyar. Acara ini merupakan jamuan makan malam bertajuk dengan format khas dan otentik tradisional kerajaan Bali. Pada jamuan makan malam ini, akan ditampilkan pertunjukan tari klasik India persembahan dari Kedutaan Besar India, disandingkan dengan persembahan tari klasik Bali oleh maestro-maestro Peliatan. Persandingan ini merupakan semacam ungkapan rasa persaudaraan mengingat asal-usul seni tradisional Bali berakar dari seni India klasik.

Jamuan makan malam ini diselenggarakan di Puri Peliatan pada tanggal 3 Juli 2010 pada pukul 19:30 WITA. Rencananya, para petinggi Pemerintahan baik dari Gianyar maupun luar Gianyar, dan tokoh-tokoh industri pariwisata Bali akan hadir pada jamuan makan yang eksotik itu.

Di luar acara pagelaran, Gempita Gianyar dilengkapi dengan sharing semangat dan pengalaman kreatif dari para maestro kepada para remaja Bali dalam sebuah kegiatan bertajuk Youth Art Camp. Program ini merupakan sebuah summer camp selama lima hari, diikuti oleh remaja usia 15-20 tahun yang memiliki minat untuk mempelajari seni, budaya dan tradisi Bali. Program ini berlangsung pada tanggal 30 Juni hingga 4 Juli 2010.

Penyelenggaraan Gempita Gianyar tahun ini di Ubud sekaligus sebagai perayaan atas terpillihnya Ubud sebagai “The Best City in Asia 2010” oleh Conde Nast, sebuah media pariwisata bergengsi di Amerika.

Hide

/

Anjungan Air Minum Otomatis di Renon

Oleh: Maria Ekaristi

Kawasan wisata dan olahraga lapangan Renon kini dilengkapi dengan Anjungan Air Minum Otomatis (AMO). Sarana tersebut memungkinkan para pelancong yang datang untuk menikmati keindahan Monumen Bajra Sandhi atau masyarakat umum yang datang untuk berolahraga dapat menikmati air minum sehat secara gratis.

Sarana ini disediakan oleh Pemerintah Kota Denpasar sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang ramai datang berolahraga ataupun beranjangsana di kawasan tersebut. Mengenai kualitasnya, menurut Sekretaris Kota denpasar A.A. Rai Iswara AMO ini sudah melalui tujuh proses pemurnian dan menggunakan teknologi Ultra Filtrasi serta Ultra Violet untuk proses sterilisasi.

“Dengan demikian, saya menjamin air minum ini sehat dan aman untuk dikonsumsi mayarakat”, ujarnya.

Selain di lapangan Renon, Pemkot juga telah memasang dua AMO di pantai Segara Ayu dan di lapangan Puputan Badung. Namun satu di antara kedua AMO tersebut telah rusak akibat kurang perawatan dan ulah tangan jahil. Meski begitu Pemkot Denpasar tetap berencana akan menambah lagi sarana serupa di beberapa titik strategis di kota Denpasar.


Berita Terkait:
Jogging Track Sanur dilengkapi AMO

Hide

/

Kecelakaan Pesawat, Pangdam IX Udayana Selamat

Pangdam IX Udayana Mayjend Rachmat Budiyanto Kamis sore (24/6/10) selamat dari kecelakaan pesawat seusai mengikuti joy flight atau terbang gembira di atas beberapa obyek wisata di Bali seperti Tanah Lot, Padangbai, dan Uluwatu bersama beberapa Muspida Provinsi Bali. Joy flight tersebut menggunakan empat pesawat latih TNI AU diawalai dan diakhiri di Base Ops TNI AU Bandara Ngurah Rai.

Sekembali dari joy flight, sekitar pukul 15.30 WITA, saat menuju bandara Ngurah Rai itu, pesawat latih jenis KT 1 Wong Bee yang ditumpangi Pangdam mengalami gangguan dan jatuh.

Beruntung Pangdam dan Pilot Mayor Penerbang Andi Widjanarko sempat menyelamatkan diri menggunakan kursi lontar lalu mendarat dengan parasut terjun payung. Pesawat latih itu sendiri kemudian jatuh di ujung timur landasan Bandara Ngurah Rai Bali.

Tentang jatuhnya pesawat latih tersebut beberapa warga sempat melihat bahwa pesawat tersebut sempat tersenggol pesawat lain sebelum nyungsep di sisi timur Bandara.

Hide

/

Saha Nuhur, Tema Sanur Village Festival 2010

Oleh: Maria Ekaristi & Agung Bawantara

Setelah sukses pada empat penyeleng-garaan sebelumnya, tahun ini Yayasan Pembangunan Sanur kembali menggelar Sanur Village Festival (SVF). Festival yang pada tahun-tahun sebelumnya selalu berlangsung dengan meriah tersebut, akan diselenggarakan di pantai Segara Ayu dan Inna Grand Bali Beach Sanur, pada 4-8 Agustus 2010.

Tema festival tahun ini adalah "Saha Nuhur", yang secara harfiah berarti "semangat untuk mengunjungi tempat tertentu". Menurut penelusuran sejarah yang dilakukan panitia festival, kata "Saha" dan "Nuhur" merupakan akar dari kata "Sanur" yang kini menjadi nama kawasan pantai di sisi timur kota Denpasar itu.

"Penggunaan Saha Nuhur sebagai tema festival kali ini adalah untuk menziarahi masa lalu di mana pada saat itu Sanur merupakan pusat pencarian dan penempaan spiritualitas. Dari situ diharapkan memancar semangat untuk mengunjungi diri sendiri dalam pencarian kedamaian dan apa pun yang menjadi tujuan hidup masing-masing," papar Ida Bagus Sidharta putra MBA, ketua panitia SVF 2010, mengenai tema yang diusung tahun ini.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, SVF 2010 menggelar barbagai kegiatan seni, olahraga, kesehatan, kuliner, pameran tanaman, seni instalasi, dan aktivitas pelestarian lingkungan. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain: Turnamen Golf, Bazaar dan Festival Makanan, Festival Yoga Massal, Festival Layang-layang, Festival Bawah Laut, Sepakbola Pantai, Kompetisi Olah Raga Air, Sepeda Santai, Kolaborasi Musik dan Wayang, Kontes Fotografi, Lomba Memasak Tahunan ICA, Pameran dan Lomba Bonsai, Fashion Show dan Pagelaran Musik.

Berita terkait:
Kehidupan Bahari di Sanur Village Festival 2009
Meriah, Acara Pembukaan Sanur Village Festival 2009
Sanur Village Festival 2009 Berlangsung Marak

Hide

/

Wisma Kemala Dewata, Menginap Serasa Perwira






Oleh: Maria Ekaristi & Agung Bawantara


Dalam bayangan banyak calon pelancong yang hendak berlibur di Bali, hotel yang tepat sebagai tempat bermalam adalah di kawasan Kuta, Legian, Seminyak, atau Sanur. Menurut mereka, dengan stay di kawasan-kawasan tersebut, suasana liburan akan menjadi semakin lengkap karena pada malam menjelang saat istirahat, waktu luang dapat diisi dengan acara jalan-jalan untuk berbelanja atau beranjangsana di sekitar penginapan mereka. Padahal, pada prakteknya, acara macam itu sudah tercantum dalam jadwal liburan. Apalagi bagi pelancong dengan jumlah rombongan yang besar, jadwal kunjungan yang padat umumnya akan menjadikan hotel benar-benar sebagai tempat beristirahat semata. Jika demikian halnya, maka kawasan hotel bukanlah merupakan sesuatu yang sungguh-sungguh utama.

Saat ini, sebagai kawasan yang sudah sangat kondang, Kuta, Legian, Seminyak, dan Sanur tergolong kawasan yang sangat padat. Jumlah hotel yang tinggi tanpa diimbangi sarana jalan yang memadai, membuat kawasan ini kerap dilanda kemacetan. Karena itu, bagi rombongan yang merencanakan beranjangsana ke banyak tempat di Bali, ada baiknya memilih hotel di kawasan lain sebagai tempat bermalam. Di kota Denpasar, misalnya. Hal ini untuk menghemat waktu liburan agar tak terbuang sia-sia di jalanan yang macet.

Satu alternatif penginapan yang layak untuk dipilih adalah “Wisma Kemala Dewata”. Penginapan ini terletak di kawasan strategis yang jauh dari kemacetan. Posisinya yang di “tengah”, menjadikan penginapan ini cocok sebagai base camp karena mudah menuju ke arah mana saja.

“Wisma Kemala Dewata” adalah wisma yang dulunya merupakan kediaman Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara, sebelum kediaman tersebut dipindahkan ke lokasi lain. Pada 1992, begitu rumah kediaman Kapolda di lokasi lain siap, Kapolda Nusa Tenggara saat itu, Brigjen Pol Drs. Hindarto, menjadikan bekas rumah kediaman tersebut sebagai wisma yang terbuka untuk umum. Tiga kamar utama bekas kamar peraduan Kapolda dan keluarganya kini menjadi kamar VIP. Kamar-kamar istimewa tersebut terletak persis di depan sebuah banguan dua lantai yang terdiri dari 24 kamar penginapan.

Sebagai rumah bekas kediaman Kapolda, tentu suasana di wisma ini tak sembarangan. Situasinya sangat nyaman untuk beristirahat karena ruangannya luas dan sirkulasi udaranya sangat baik. Anda akan merasa merasa sebagai perwira tinggi polisi jika beristirahat di ruang tersebut…

Sementara kamar-kamar lainnya, juga nyaman dan tertata apik. Masing-masing memiliki luas yang sangat memadai sebagai kamar penginapan keluarga atau rombongan besar.

Yang menarik, dengan kenyamanan sekelas itu, harga kamar di wisma ini cukup murah. Kamar VIP I (satu kamar) dibanderol dengan harga Rp350 ribu per malam, dan VIP II (dua kamar) seharga Rp300 ribu per malam. Untuk kamar tipe standard, jug aada dua jenis: A (empat kamar) dan B (20 kamar). Keduanya masing-masing dipatok dengan tarif Rp200 ribu Rp160 ribu per malam. Penambahan extra bed untuk semua kamar dikenakan biaya Rp60ribu per malam. Murah, kan? Apalagi, semua harga tersebut sudah termasuk sarapan pagi dan pajak.

Oya, sebagai tambahan informasi, posisi “Wisma Kemala Dewata” hanya sekitar 100 meter dari Gelanggang Olah Raga (GOR) Ngurah Rai, 1 km dari pusat perbelanjaan, 4 km dari pantai Sanur. Jalan raya di depan wisma ini adalah jalan utama yang merupakan akses langsung menuju ke luar kota.

Mau coba? Datang saja langsung ke Jalan Supratman No. 13 Denpasar. Atau, telepon dulu ke nomor (0361) 262851, 08123620587.

Hide

/

Cuplikan Kenangan Bali Tahun 1920-an

Bali telah dikenal wisatawan Barat sebagai tempat yang indah untuk beranjangsana sejak tahun 1920-an. Foto-foto berikut ini adalah reproduksi dari foto-foto karya Gregor Krause yang berjudul Bali Vol. I : Land un Volk ; Vol II: Tenze, tempel, Feste yang diterbitkan oleh Folkwang Verlag, Magen (1920).

Suasana perkampungan Bali






Gerbang Pura Batur







Suasana Persembahyangan di Pura







Suasana Pasar Tradisional







Seniman Gambuh







Prosesi Mapeed

Hide

/

Pura Gunung Raung, Dari Sebuah Pohon Bercahaya


Oleh: Agung Bawantara

Ini salah satu pura tertua di Bali. Letaknya di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Pura ini erat sekali kaitannya dengan perjalanan Rsi Markandya, seorang resi dari Pasraman Gunung Raung, Jawa Timur, ke Bali untuk menyebarkan ajaran Sanatana Dharma (Kebenaran Abadi) yang kini dikenal dengan sebutan Hindu Dharma.

Setelah terlebih dahulu mengawali langkahnya dengan mendirikan Pura Basukian di Besakih, selanjutnya Rsi Markandya membangun pasraman (semacam pesantrian) di Taro. Pasraman inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pura Gunung Raung di Desa Taro tersebut.

Di desa Taro, Pura Gunung Raung ini terletak persis di tengah-tengah desa dan menjadi pembatas Banjar Taro Kaja (utara) dan Banjar Taro Kelod (selatan). Ini adalah sesuatu yang unik, sebab pada umumnya letak pura di Desa Kuno di Bali adalah di daerah hulu dan di daerah hilir desa.

Tentang perjalanan Rsi Markandya, menurut lontar Bali Tatwa, mulanya Sang Resi berasrama di Damalung, Jawa Timur. Selanjutnya, beliau mengadakan tirthayatra (perjalanan suci) ke arah timur hingga ke Gunung Hyang (Dieng). Tak ada tempat ideal yang ia temukan sebagai pasraman dalam perjalanan suci tersebut. Resi Markandya pun melanjutkan perjalanannya ke arah timur hingga tiba di Gunung Raung, Jawa Timur. Di tempat inilah beliau membangun asrama dan melakukan pertapaan.

Suatu hari, dalam samadinya, beliau mendapatkan petunjuk agar meneruskan perjalanan ke arah timur lagi, yakni ke Pulau Bali. Petunjuk itu pun dilaksanakannya. Diiringi 8000 pengikut, beliau melanjutkan perjalanan sucinya ke Bali.

Tiba di sebuah tempat yang berhutan lebat di lambung Gunung Agung, Rsi Markandya berkemah dan membuka areal pertanian. Namun, para pengikut beliau terkena wabah penyakit hingga sebagian di antaranya meninggal dunia. Hanya sekitar 4000 pengikut saja yang tersisa.

Melihat keadaan itu, Resi Markandya kembali ke Jawa Timur untuk bersamadi dan memohon petunjuk. Tuhan yang menampakkan dirinya sebagai Sang Hyang Pasupati kemudian hadir dan memberi tahu Sang Rsi bahwa kesalahannya adalah tidak melakukan ritual dan mempersembahkan sesaji untuk mohon izin saat hendak merambah hutan. Mendapat keterangan demikian, Resi Markandya kembali menuju Bali dan terus menuju Gunung Agung (Ukir Raja). Saat itu beliau diring oleh para pengikut yang disebut Wong Age.

Setiba di Gunung Agung, Rsi Markandya mengadakan upacara dengan menanam Panca Datu yaitu lima jenis logam (emas, perak, besi, perunggu, timah) yang merupakan simbolis dari kekuatan alam semesta. Di tempat pelaksanaan ritual dan pemendaman panca datu tersebut kemudian didirikan pura yang dinamakan Pura Basukian yang menjadi cikap bakal berdirinya kompleks Pura Besakih.

Setelah itu memendam panca datu dan melakukan ritual lainnya, barulah kemudian Sang Rsi memerintahkan pengikutnya untuk membuka lahan pertanian menurun hingga ke Gunung Lebah di Ubud. Sampai di sebuah lahan yang cukup strategis, beliau mengadakan penataan seperti pembagian lahan untuk perumahan dan pertaian untuk para pengikutnya. Desa itu kemudian dinamakan Desa Puakan.

Selanjutnya, Rsi Markadya juga memerintahkan sebagian pengikutnya membuka lahan hingga ke sebuah tempat yang subur yang dinamakan Desa Sarwa Ada. Di sana beliau juga melakukan penataan dan pembagian lahan bagi para pengikutnya. Dan, setelah semua pengikutnya mendapatkan lahan untuk melanjutkan dan mengembangkan kehidupannya, beliau kemudian membangun sebuah pasraman yang serupa dengan pasramannya di Gunung Raung, Jawa Timur. Entah kenapa, pada saat itu kembali Resi Markandya mendapatkan banyak gangguan dan kesulitan.

Seperti sebelumnya, Rsi Markandya kembali ke Jawa Timur dan mengadakan samadi. Tak ada petunjuk apa pun yang beliau peroleh selain perintah untuk kembali melakukan samadi di pasraman beliau di Bali. Ketika petunjuk itu beliau turuti, Rsi Markandya melihat seberkas sinar cemerlang memancar dari sebuah tempat. Ketika didekatinya, sinar tersebut berasal dari sebatang pohon. Di pokok pohon yang menyala itulah Rsi Markandya mendirikan pura yang sekarang dinamakan Pura Gunung Raung.

Pura dengan pohon yang bersinar tersebut menjadi pusat desa. Karenanya, desa tersebut dinamakan Desa Taro. Taro berasal dari kata ”taru” yang berarti pohon. Sedangkan nama pura dan pasramannya sama dengan nama sebelumnya yakni Gunung Raung.

Sebelumnya, di Desa Taro, hidup sapi putih yang dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai keturunan Lembu Nandini (Tunggangan Dewa Siwa). Sapi putih itu dikeramatkan oleh penduduk di Desa Taro. Dang Hyang Markandya adalah seorang resi yang menganut paham Waisnawa, namun dengan membiarkan masyarakat tetap mengeramatkan sapi putih itu, menunjukan bahwan beliau menghormati keberadaan paham Siwaisme yang sudah sempat tumbuh dan berkembang di Taro.

sumber: I Ketut Gobyah (http://www.balipost.co.id) dan beberapa sumber lainnya.

Hide

/

Gamelan Angklung, Si Selendro yang Melankolis

Oleh: Agung Bawantara

Ini adalah jenis alat musik tradisional Bali yang berlaras selendro. Di beberapa tempat gamelan ini dikenal dengan sebutan Angklung Kelentungan. Jenis gamelan ini menghasilkan nada sendu dan melankolis. Gamelan ini tergolong barungan madya atau orkestrasi sedang yang dimainkan oleh 11-25 pemusik. Sebagai pembanding, barungan ageng atau orkestrasi besar dimainkan oleh lebih dari 25 pemusik.
Orkestrasi ini dibentuk oleh instrumen berbilah dan pecon dari krawang (sejenis campuran logam), Kadang-kadang ditambah juga angklung bambu kocok yang berukuran kecil. Gamelan ini dibuat dengan ukuran-ukuran yang relatif kecil sehingga mudah dipanggul dan dimainkan sambil mengiringo sebuah prosesi. Di Bali Selatan, gamelan ini hanya mempergunakan empat nada sedangkan di Bali Utara mempergunakan lima nada.

Berdasarkan konteks penggunaan dan materi tabuhnya, jenis angklung dapat dibedakan menjadi tabuh angklung klasik (tradsional) yang dimainkan untuk mengiringi prosesi upacara (tanpa tari-tarian) dan angklung kebyar yang dimainkan untuk mengiringi pegelaran tari maupun drama. Satu barung (kelompok) Gamelan Angklung bisa berperan keduanya, karena seringkali mereka mempergunakan gamelan yang sama.

Di kalangan masyarakat luas, gamelan ini dikenal sebagai pengiring upacara-upacara kematian (Pitra Yadnya) seperti Ngaben. Bahkan, di sekitar Kota Denpasar dan beberapa tempat lainnya, penguburan jenazah warga Tionghoa pun kerap diiringi dengan Gamelan Angklung. Namun, di beberapa daerah, Gamelan Angklung menggantikan fungsi gamelan Gong Gede untuk mengiringi upacara di pura (Dewa Yadnya) dan upacara-upacara lainnya.

Dalam satu barung, instrumental Gamelan Angklung terdiri dari jegogan, jublag, pemada, kantil, reong, kendang, tawa-tawa, dan kempur. Angklung Kebyar tidak mempergunakan kempur, tetapi gong.

Nama-nama tabuh yang umum dikenal di kalangan pemain angklung antara lain: Asep menyan, Capung manjus, Capung Ngumbang, Dongkang Menek Biu, Gowak Maling Taluh, Sekar Jepun, Berong, Sekar Ulat, Glagah Katunuan, Jaran Sirig, Kupu-kupu tarum, meong Megarong, Pipis Samas, Sekar Sandat, dan Cecek Magelut. Sedangkan tabuh-tabuh angklung kebyar sama dengan yang dipakai dalam Gong Kebyar.

Sumber: Buku “Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali” karya Prof. Dr. I Wayan Dibia dan beberapa sumber lainnya.
Foto : http://farm1.static.flickr.com/31/103002205_1edaead23c.jpg

Hide

/

Lima Pukulan Kentongan SBY untuk Menduniakan PKB

Oleh: Agung Bawantara

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berulang kali menyatakan bahwa dirinya sengat mengagumi kebudayaan Bali. Yang terakhir, Presiden kembali menyatakan kekagumannya itu saat membuka Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-32 di panggung terbuka Ardha Candra, Art Center semalam. Presiden yang mengenakan pakaian adat Bali berharap PKB bisa menggaungkan Bali ke penjuru dunia.

Menurut Presiden, kebudayaan Bali yang berwarna-warni dan memiliki daya pukau luar biasa, semestinya dimanfaatkan untuk menembus seluruh dunia guna menawarkan gagasan-gagasan cemerlang dari Bumi Nusantara.

“Jadi, Pesta Kesenian Bali ini bukan semata-mata menampilkan kesenian selama sebulan penuh, melainkan ada dialog atau pertemuan antara masyarakat dengan tokoh-tokoh seni dan budaya Bali. Juga dengan peserta dari luar Bali, bahkan dari luar negeri,” wejangnya.

Saat malam pembukaan tersebut, panggung terbuka Ardha Candra penuh sesak oleh pengunjung. Selain ingin menyaksikan acara pembukaan yang dihadiri langsung oleh Presiden, mereka juga ingin menyaksikan gelaran sendratari kolosal Anggada Duta garapan Institut Seni Indoensia (ISI) Denpasar. Bagi masyarakat umum, gelaran acara pembukaan PKB dianggap sebagai gelaran menarik yang layak disaksikan.

Kembali ke soal pengembangan kebudayaan Bali, Presiden berharap tokoh-tokoh Bali memikirkan bagaimana membawa nilai-nilai Bali lebih mendunia. Presiden menyontohkan World Culture Forum yakni pertemuan khusus kebudayaan yang melibatkan tokoh-tokoh dunia.

"Saya berharap tokoh-tokoh Bali bisa memikirkan gagasan ini. Dengan demikian, Bali tetap menjadi perhatian dunia dan punya agenda tersendiri," demikian presiden.

Melalui PKB tahun ini, presiden berharap warna-warni menggelora dari Bali dan menembus dunia."Saya menginginkan warna-warni ini muncul dari Bali dan menembus dunia," harap SBY yang lagi-lagi mendapat tepuk tangan para hadirin.

Setelah berpidato, tepat pukul 20.30 Wita, SBY membuka PKB XXXII dengan memukul kentongan sebanyak lima kali. Bunyi gamelan langsung menyambut pemukulan kentongan tersebut. Ikut mendampingi presiden di panggung Menbudpar Jero Wacik, Gubernur Bali Made Mangku Pastika, dan Ketua DPRD Bali AA Ngurah Oka Ratmadi.***

Foto: Repro Nyoman Wija,Radar Bali

Hide

/

Sawah Indah, Makan dan Rekreasi di Tengah Sawah

Oleh : Maria Ekaristi

Sumpek dengan rutinitas sehari-hari? Atau, ingin menikmati suasana makan siang yang jauh dari kebisingan? Datanglah ke Rumah Makan Sawah Indah di Jalan Raya Teges - Goa Gajah, Ubud. Dijamin, begitu memasuki tempat tersebut anda akan merasakan suasana yang berbeda. Rumah makan ini berada di tengah areal persawahan yang sejuk sangat cocok untuk bersantap sembari bersantai.

Menu makanan andalannya adalah menu-menu tradisional yang memanjakan lidah seperti ikan, ayam atau bebek bumbu Bali dengan berbagai olahan. Juga aneka sayuran bumbu Bali yang sedap seperti plecing kangkung dan plecing gonda.



Yang istimewa, Bebek Goreng yang yang terhidang di rumah makan ini begitu gurih dan renyah. Nyaris melampaui hidangan bebek goreng di resto-resto spesialis bebek goreng yang sudah terkenal.

Di luar itu, kelebihan rumah makan yang dikelola oleh Eka Sugiyantha ini adalah ketersediaan layanan outbound dan berbagai wahana permainan di arena lumpur seperti gebug bantal, bola tangan, tarik tambang, menangkap belut, menangkap bebek, bakiak tandem, menanam padi, membajak sawah, dan memancing. Hal ini menjadikan rumah makan Sawah Indah ini sebagai wahana yang asyik untuk liburan keluarga.

Untuk program outbond, ada beberapa layanan yang tersedia. Jika anda memilih Full Program, minimal peserta 20 orang, anda akan diajak untuk menikmatik kegiatan cycling, trekking; permainan di lumpur (gebug bantal, bola tangan, tarik tambang, nangkap belut, nangkap bebek), bakiak tandem, menanam padi dan memancing. Jika mengingkan kegiatan seperti menanam padi atau membajak sawah, ada biaya sedikit tambahan untuk itu.

Untuk paket full program yang dimulai sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00 ini, anda dikenakan biaya Rp. 325 ribu per pax. Harga tersebut sudah termasuk dua kali coffee break dan makan siang.

Jika menginginkan paket dengan jumlah peserta yang lebih kecil, tersedia Paket Family dengan peserta minimal empat orang. Kegiatannya: permainan di lumpur dan memancing. Untuk paket ini, biaya yang harus anda keluarkan adalah Rp. 150 ribu per pax. Harga tersebut sudah termasuk biaya makan siang.

Jika anda mengikuti aktivitas outbond, jangan lupa membawa baju ganti dan perlengkapan mandi.

Fasilitas lain yang terdapat di areal rumah makan "Sawah Indah" adalah:

Camping
Tenda untuk lima dan 10 orang
Check in pukul 11.00, check out pukul 14.00 keesokan harinya
Harga: Rp. 200 ribu per pax termasuk breakfast
games di lumpur; mandi di sungai.

Memancing
sewa pancing Rp. 10 ribu per unit
umpan Rp. 5 ribu per bungkus
gurami Rp. 60 ribu per kg
lele Rp. 37 ribu per kilogram

Dengan fasilitas empat gazebo dan lokasi yang dapat menampung sampai sepuluh tenda serta areal parkir yang dapat menampung hingga 30 mobil, wahana ini sangat cocok dipilih sebagai alternatif liburan keluarga atau lembaga.

Bagaimana mencapai lokasi "Sawah Indah"? Bila anda berangkat dari Denpasar menuju obyek wisata Pura Goa Gajah, tiba di pertigaan Teges, berbeloklah ke kanan. Anda memasuki Jalan Raya Goa Gajah. Beberapa meter sebelum pompa bensin yang terletak di sisi kiri jalan, anda akan melihat papan nama Sawah Indah. Masuklah ke gang itu, selanjutnyaa Anda akan akan dipandu dengan papan penunjuk arah yang dipasang di sepanjang jalan kecil di tengah-tengah persawahan.







Rumah Makan Sawah Indah
Jl. Raya Teges - Goa Gajah, Ubud, Gianyar
0361.7858080


Hide

/

Bendera Jumbo dan Kampung World Cup di Bali


Oleh: Maria Ekaristi & Agung Bawantara

Menyambut event Piala Dunia 2010, kampung-kampung world cup mulai bermunculan di Bali. Di Kelurahan Kedonganan, Kelurahan Jimbaran dan Kelurahan Benoa misalnya, sejak sebulan terakhir warga udah memasang bendera tim kesayangannya di depan atau di halaman rumah mereka. Bendera-bendera tersebut rata-rata berukuran lima meter lebarnya sehingga terlihat jelas dari kejauhan. Bahkan, di Kelurahan Benoa ada dua bendera berukuran jauh lebih besar yakni bendera Inggris dan bendera Portugal. Kedua bendera tersebut berukuran masing-masing 10 x 7 meter dan 15 x 8 meter!

Di Kelurahan Kedonganan dan Kelurahan Jimbaran, dari sejumlah bendera yang terpasang, sebagian besar warga memasang bendera negara-negara yang memang sudah kondang di ajang Piala Dunia, seperti Brazil, Inggris, Prtugal, Argentina, Italia, Jerman, dan Prancis. Di beberapa titik, ada juga terselip di antara itu bendera negara peserta seperti Afrika Selatan dan Korea. Beda halnya dengan Kelurahan Benoa. Di salah satu ruas jalan kawasan tersebut, yakni di Jalan Calonarang, terpasang bendera seluruh negara peserta Piala Dunia 2010.

Menurut informasi yang diperoleh oleh Jalan-jalan Bali, masyarakat ketiga kelurahan tersebut memang tergolong penggila bola. Dalam berbagai ajang sepak bola bergengsi macam Piala Eropa atau Piala Konfederasi, warga setempat selalu mengekspresikan dukungan mereka terhadap tim kesayangannya dengan polah yang unik. Salah satu bentuk ekspresi mereka adalah memasang bendera-bendera berukuran jumbo tersebut. bentuk ekspresi lainnya adalah melakukan konvoi menjelang hari pembukaan sembari mengibar-ngibarkan bendera tim kesayangan mereka.

Tidak hanya di tiga kelurahan itu saja terjadi euforia Piala Dunia. Di Kota Denpasar pun terjadi euforia yang sama. Di Jalan Nusa Penida, Sanglah, misalnya, masyarakat memasang bendera-bendera peserta Piala Dunia pada tali yang dibentangkan silang menyilang di atas ruas jalan tersebut.

Di Kesiman, Denpasar Timur, belasan bendera berukuran jumbo sudah berkibar sejak beberapa pekan lalu. Bendera-bendera tersebut dikibarkan pada tiang bambu yang sebelumnya digunakan untuk mengibarkan bendera partai dalam rangka Pemilihan Umum Langsung Kepala Daerah setempat.

Hide